BAB I
PENDAHULUAN
A.pendahuluan
dengan kemajuan jaman yang semakin pesat, sistem perekonomianpun
menunjukan eksistensinya dalam dunia persaingan yang sangat ketat, pelaku
ekonomi melakukan berbagai inovasi dalam rangka memperbaharui sistem
perekonomian, jauh dari sekarang islam pernah mendapatkan kejayaan pada masa
rosulullah dalam sistem perekonomian perdagangan, dengan julukan al-amin
rosulullah membawa islam bukan hanya di daerah arab akan tetapi dalam pangsa
pasar internasional, karena pada waktu itu rosulullah mengedepankan etika
bisnis yang bersesuaian dengan hukumislam.
Keberadaan etika mampu memberikan konstibusi dalam berbisnis,
menjadikan sesuatu yang lebih menarik dan memiliki nilai tersendiri, bisnis
merupakan salah satu bagian dari bermuamalah, dalam islam diatur sebagai mana
tata cara bermuamalah yang baik, yaitu yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain, bukan untuk
memberikan kerugiaan bagi orang lain. Setiap tingkah laku yang kita lakukan
dapat menjadi timbal balik apa yang akan kita dapatkan. Karena seorang muslim
yakin bahwa setiap tindakan pasti Allah selalu mengawasinya, dengan sikap
inilah semoga kita mampu melakukan bisnis yang sesuai dengan syariat agama.
Serang, 26 Maret 2013
Penulis,
BAB II
PEMBAHASAN
RELEVANSI
ANTARA ETIKA BISNIS ISLAM DAN HUKUM
BISNIS ISLAM
A. KONSEP ETIKA
BISNIS ISLAM
Secara
umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau
penghasilan (rezeki) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya
dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Dan menurut anoraga dan soegiastuti, bisnis
memiliki makna dasar sebagai “ the buyinh and selling of goods and services”.
Adapun menurut pandangan straub dan attner bisnis tak lain adalah suatu
organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan
jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh
profit.Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas
bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlahnya, kepemilikan
hartanya (barang/ jasa) termasuk profitnya, namun di batasi dalam cara
memperolehnya dan pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan haram ).[1]
Etika bisnis memegang peranan penting
dalam membentuk pola dan sistem transaksi bisnis, yang dijalankan
seseorang.Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan etika bisnis Nabi Muhammad
SAW adalah nilai spiritual, humanisme, kejujuran, keseimbangan, dan semangatnya
untuk memuaskan mitra bisnisnya.Nilai-nilai di atas telah melandasi tingkah
laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian sebagai Manajer
profesional. Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilai-nilai
tauhid yang diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar
berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya.
1.
Tauhid
Sistem
etika Islam, yang meliputi kehidupan manusia di bumi secara keseluruhan, selalu
tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya berhubungan
dengan Tuhan. Umat manusia tak lain adalah wadah kebenaran, dan harus
memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua manifestasi duniawi, firman Allah swt :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.Tidakkah
cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu”. (QS:Fushshilat:
53)
Tauhid, pada tingkat absolut menempatkan
makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat pada kehendakNya:
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali
Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.Allah
tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu.Keputusan itu
hanyalah kepunyaan Allah.dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.”. (Yusuf: 40)
Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep
tauhid merupakan dimensi vertikal Islam.Tauhid memadukan di sepanjang garis
vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan agama dari kehidupan manusia
menjadi suatu kebulatan yang homogen dan konsisten.Tauhid rububiyyah merupakan
keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini adalah memiliki dan dikuasai oleh
Allah SWT.Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan darinya dalam menjalankan
kehidupan.Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam kegiatan ekonomi, bahwa
setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik Allah swt. Pelaku
ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola (istikhlaf), dan oleh karenanya
seluruh aset dan transaksi harus
dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt.
Kepeloporan Nabi Muhammad saw, Dalam meninggalkan praktik riba , transaksi
fiktif (gharar), perjudian dan spekulasi (Maysir) dan komoditi haram adalah
wujud dari keyakinan tauhid ini.
2.
Keseimbangan (Adil)
Pandangan
Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai
keharmonisan alam.
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan
Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.Maka Lihatlah
berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (QS
Al Mulk: 3-4)
Seimbangan
atau keharmonisan sosial,merupakansuatu sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan
hebat menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga harus terwujud dalam
kehidupan ekonomi.Sungguh, dalam segala jenis bisnis yang dijalaninya, Nabi
Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai standard utama. Kedudukan dan
tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui prinsip “akad yang saling
setuju”. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharobah
(100% project financing) atau kontrak musyarakah (equity participation), karena
sistem “Profit and lost sharing system”
3.
Kehendak Bebas
Salah
satu kontribusi Islam yang paling original dalam filsafat sosial adalah konsep
mengenai manusia ‘bebas’.Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam
batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan
Tuhan meliputi segala kegiatan manusia selama ia tinggal di bumi, tetap
kebebasan manusia juga diberikan oleh Tuhan.Prinsip kebebasan ini pun mengalir
dalam ekonomi Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum
ekonomi adalah halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan
kegiatan ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi
dan ekspansi seluas sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan
dengan siapa pun secara lintas agama.Dalam kaitan ini, kita memperoleh
pelajaran yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw, termasuk skema kerja sama
bisnis yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar praktek ribawi yang dianut
masyarakat masa itu.Model-model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyarakah,
murabahah, ‘ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lain-lain.
4.
bertanggung jawab
Nabi Muhammad Saw. mewariskan pula pilar
tanggung jawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi
dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menetukan daya pilih antara yang
baik dan buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya:
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang
telah diperbuatnya”. (QS AI-Muddatstsir:38).
Karena
keuniversalan sifat al-’adl, maka setiap individu harus mempertanggungjawabkan
tindakannya.Tak seorang pun dapat lolos dari konsekuensi perbuatan jahatnya
hanya dengan mencari kambing hitam. Manusia kan mendapatkan sesuai dengan apa
yang diusahakannya.
“Dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan
mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tak akan
memikul dosa orang lain”(QS Al-An’am :164).
Bukan
itu saja, manusia juga dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang
berlangsung di sekitarnya.Karena itu, manusia telah diperingatkan lebih
dahulu.
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak
khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antaramu”(QS
Al-Anfal :25).
Pertanggungjawaban sepenuhnya atas ketiadaan
usaha untuk membentuk masa depan yang lebih baik, juga dipikulkan atas pundak
manusia:
“Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan
seseorang sampai mereka mengubah keadaan diri mereka” (QS
Al-Ra’d: 11).
Wujud
dari etika ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab.
Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul
kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli,
pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di
samping itu, beliaupun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya
terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu, ia melarang diperjualbelikannya
produk-produk tertentu (yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan).[2]
B.
PENGERTIAN HUKUM ISLAM
kata hukum memiliki banyak pengertian , yang
biasanya menggambarkan sekumpulan peraturan-peraturan yang mengikat dan
memiliki sanksi. menurut H.M.N. Purwosutjipto, SH. Hukum adalah keseluruhan norma , yamg oleh
penguasa negara atau penguasa mayarakat yang berwenang menetapkan hokum ,
dinyatakan atau dianggap sebagai peratuaran yang mengikat bagi sebagian atau
seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang
dikehendaki oleh penguasa tersebut. Pengertian sebagaimana yang digambarkan
oleh H.M.N. Purwosutjipto,SH. Adalah pegertian hukum yang dikenal di dalam ilmu
hukum sebagai “hukum positif” dalam pengertian hukum yang sengaja dibuat dengan
cara tertentu dan ditegakan oleh penguasa di suatu Negara atau masyarakat
tertentu pada waktu tertentu pula. Ada pula pengertian hukum lainnya , yaitu hukum
sebagai peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku
manusia dalam suatu masyarakat, yang berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat tersebut. Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil
kesamaan yaitu keduanya merupakan
seperangkat aturan yang dibuat oleh manusia untuk mengatur yang dibuat oleh
manusia untuk mengatur kepentungan manusia itu sendiri.
apabila dikaitkan dengan kata islam, pengertian hukum islam memiliki pengertian tersendiri yang berbeda dari pengertian hukum di atas, menurut Prof. Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam . menurut Prof.H.M. Daud Ali, SH., hukum islam tidak dapat dipisahkan dari agama islam, karena hukum islam itu sendiri bersumber dan merupakan bagian dari agama islam, menurut beliau sumber dari hukum islam terdiri atas tiga macam yang saling berkaitan satu dengan yang lain , yaitu al-qur’an sebagai wahyu allah swt,al-hadis (yang shahih) sebagai perwujudan dari sunnah rasul dan ijtihad (ulil amri) sebagai pedoman penerapan dari kedua sumber utama .[3]
apabila dikaitkan dengan kata islam, pengertian hukum islam memiliki pengertian tersendiri yang berbeda dari pengertian hukum di atas, menurut Prof. Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam . menurut Prof.H.M. Daud Ali, SH., hukum islam tidak dapat dipisahkan dari agama islam, karena hukum islam itu sendiri bersumber dan merupakan bagian dari agama islam, menurut beliau sumber dari hukum islam terdiri atas tiga macam yang saling berkaitan satu dengan yang lain , yaitu al-qur’an sebagai wahyu allah swt,al-hadis (yang shahih) sebagai perwujudan dari sunnah rasul dan ijtihad (ulil amri) sebagai pedoman penerapan dari kedua sumber utama .[3]
C. BERBISNIS DALAM HUKUM ISLAM
Pada prinsipnya islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi
seseorang untuk memperoleh harta, demikian pula islam tidak membatasi kadar
banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang. Hal ini tergantung pada
kemampuan, kecakapan dan keterampilan masing-masing orang. Setiap orang leluasa
melakukan usaha dengan sekuat tenaga untuk memperoleh hasil sebanyak mungkin
yang dapat di capai, sesuai dengan keterampilan dan kemampuannya, selama usaha
itu dilakukan dengan wajar dan halal, artinya sah menurut hokum dan benar
menurut ukuran moral, serta tidak menganiaya orang lain dan tidak membahayakan
masyarakat.
Dalam hal
pemilikan harta ini islam mengakui adanya perbedaan tingkat kemampuan,
kecakapan dan keterampilan tiap-tiap orang, demikian pula perbedaan hasil usaha
yang diperoleh.dalam firman Allah swt disebutkan :
“ apakah mereka
yang membagi-bagi rahmat tuhanmu? Kamilah yang akan menentukan antara mereka
penghidupan dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat bekerja
untuk sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu lebih baik dari pada apa yang
mereka kumpulkan.”(QS.43: 32)
Dan untuk itu islam
mewajibkan setiap orang untuk menggunakan sebagian dari hak miliknya untuk
kepentingan baik perseorangan, agama,dan masyarakat. Dalam hal ini islam telah
memberikan garis-garis pokok berupa ajaran dan ketentuan yang wajib dipenuhi
dan dilaksanakan oleh setiap orang terhadap harta yang telah menjadi miliknya,
agar harta tersebut bermanfaat sesuai dengan kedudukannya dan fungsinya, yaitu
tidak saja bermanfaat bagi diri nya tetapi juga bagi masyarakat. Ini semua
dikarenakan cara usaha untuk memperoleh harta dan penggunaanya adalah juga
merupakan amanat Allah.
Ketentuan khusus
tentang bentuk pelanggaran yang dilarang dalam memperoleh harta dengan jalan
usaha, yaitu : merampas harta benda orang lain (QS. 5:33), mencuri, menipu( QS,
5: 38), melakukan penggelapan(QS, 4: 58), menyuap dan disuap (QS 2 : 188),
berjudi (QS, 2:215) dan memakan riba (QS, 2: 275-279; 3 :130).[4]
Di dalam berbinis
kejujuran adalah satu nilai etika mendasar dalam islam, islam adalah nama lain
dari kebenaran (QS, 3: 95). Allah berbicara benar dan memerintahkan semua
muslin untuk jujur dalam segala urusan dan perkataan (QS, 33: 70).Islam dengan
tegas melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun.Nilai kebenaran ini
memberikan pengaruh pada pihak-pihak yang melakukan bisnis untuk tidak
berdusta, menipu dan melakukan pemalsuan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Secara
umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau
penghasilan (rezeki) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya
dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Adapun
dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlahnya, kepemilikan hartanya (barang/
jasa) termasuk profitnya, namun di batasi dalam cara memperolehnya dan
pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan haram ).
.empat
pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya yang dilakukan oleh
rosulullah SAW .yaitu
tauhid,keseimbangan (adil), Kehendak Bebas, bertanggung jawab.
menurut
Prof. Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan
berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf yang
diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam .
Pada prinsipnya islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi
seseorang untuk memperoleh harta, demikian pula islam tidak membatasi kadar
banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang.
[1]
Syafri harahap, sofyan. Akuntasi
keuangan islam. (Jakarta: bumi aksara, 1997), hal. 228
[2]
Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtisadil Islam (Norma dan Etika
Ekonbomi Islam), (Jakarta:Gema Insani Press’ 1995), hal. 44.
[3] Gemala dewi,S.H.,LL.M., Asfek-asfek hokum
dalam perbankan dan perasuransian di Indonesia, (Jakarta : kencana, 2007),
hal.1-3
[4]
Ibid,. hal 40-41
0 komentar:
Posting Komentar